Badan Pekerja Daerah Jawa Barat
Gereja Bethel Indonesia
Info BPD
September - Nopember
Navigation menu
© 2014 BPD JABAR GBI
BPD JABAR GBI
Sekretariat :
Gedung Setyajaya Lt.3 - Ruang 11 , Jl.Pajajaran No.23 - Bogor 16143 Phone/Fax : 0251 - 8345717
sekretaris@bpdgbi-jabar.org
Fundamentalisme di dalam kekristenan
Fundamentalisme di dalam kekristenan adalah studi yang berfokus pada gerakan fundamentalisme di dalam kekristenan.[1] Fundamentalisme sendiri sebenarnya sulit untuk didefinisikan dan dibicarakan sebab batas-batasnya tidak jelas.[1] Kelompok-kelompok Kristen yang ada memiliki beragam sikap terhadap penggunaan istilah ini.[1] Ada yang terang-terangan menolak sebutan fundamentalis seperti kelompok di Inggris yang lebih suka disebut evangelikal-konservatif.[1] Ada juga yang dengan bangga menyatakan diri sebagai kelompok fundamentalis, seperti William B. Riley yang mendirikan Asosiasi Kristen Fundamentalis Dunia pada tahun 1919.[2] Akan tetapi, dapat disimpulkan bahwa fundamentalisme secara organisasi bukanlah suatu kelompok yang khusus dan spesifik, sebab ciri-ciri dan semangat fundamentalisme dapat tersebar di dalam banyak gereja dan denominasi.[1]
Kendati sulit mendefinisikan gerakan ini, namun ada beberapa definisi yang berasal dari orang-orang yang mengaku diri sebagai seorang fundamentalis Kristen:
Menurut George W. Dollar, fundamentalisme adalah eksposisi literal terhadap seluruh perintah dan perilaku-perilaku yang berasal dari Alkitab dan militansi terbuka terhadap segala perintah dan perilaku yang tidak Alkitabiah.[3]
Kemudian Jerry Falwel mendefinisikan fundamentalisme sebagai afirmasi terhadap kepercayaan Kristen dan gaya hidup Kristen tertentu yang menentang masyarakat sekuler pada umumnya.[4]
Ciri-Ciri
Secara umum, ada beberapa doktrin Kristen yang dianggap sebagai dasar iman, seperti lima doktrin yang disebutkan di atas.[6] Akan tetapi, ada beberapa ciri lain dari gerakan fundamentalisme Kristen.
Kontra Teologi Liberal-Modern dan Sekularisasi
Perhatian utama dari gerakan fundamentalisme adalah reduksi yang terjadi di dalam kekristenan akibat liberalisme keagamaan serta sekularisasi masyarakat Amerika.[9] Mereka berupaya menjaga apa yang mereka anggap sebagai dasar utama dari kekristenan yang Ortodoks, yang mereka anggap telah direduksi oleh perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan, misalnya soal penafsiran Alkitab yang terlalu liberal.[9]
Untuk melawan dampak sekularisasi yang dianggap tidak sesuai dengan iman Kristen, kaum fundamentalis melawan dengan cara menegakkan standar moral dan perilaku hidup tertentu, yang serupa dengan tradisi revivalisme Amerika Serikat, misalnya pelarangan atas rokok, minum-minuman keras, berdansa, bermain kartu, pakaian yang dianggap tidak sopan, dan pembatasan aktivitas seksual.[2] Pembatasan-pembatasan seperti ini menolong mereka untuk hidup suci menurut apa yang mereka yakini.[2] Meskipun demikian, mereka tidak menolak untuk berpartisipasi di dalam aspek-aspek lain dari kehidupan modern, seperti berbisnis dan sebagainya.[2]
Ineransi Alkitab
Menurut gerakan ini, kepercayaan Kristen yang fundamental terhadap ineransi Alkitab sedang diserang oleh pendekatan liberal-kritis terhadap Alkitab, yang berarti menyerang dasar iman Kristen.[2] Selain itu, mereka melihat bahwa peradaban Amerika Serikat didasarkan pada Alkitab, sehingga membela kebenaran Alkitab berarti membela peradaban Amerika Serikat pula.[2] Bagi mereka, penafsiran Alkitab yang benar dan menghargai ineransi Alkitab adalah penafsiran yang literal, yang berarti juga mempercayai bahwa Alkitab akurat secara historis dan saintifik.[2] Cara penafsiran yang tidak mengakui hal-hal itu sama saja dengan tidak mengakui ineransi Alkitab.[2] Dari keteguhan mengenai ineransi Alkitab inilah, kaum fundamentalis menyusun doktrin-doktrin yang dianggap fundamental, seperti lima doktrin yang telah disampaikan di atas.[2]
Militansi
George M. Marsden berpendapat bahwa gerakan fundamentalisme memiliki akar dari gerakan evangelikal, namun perbedaan di antara keduanya adalah militansi yang inheren pada gerakan fundamentalisme.[8] Mereka dituntut bukan hanya percaya terhadap doktrin-doktrin fundamental kekristenan, tetapi juga harus mau memperjuangkannya melalui pertarungan melawan teologi liberal, humanisme sekuler, dan sebagainya.[2] Militansi tersebut juga dilakukan melalui gaya hidup tertentu, seperti dijelaskan di atas, serta dengan memenangkan ‘jiwa-jiwa bagi Kristus’.[2] Selain itu, militansi mereka ditunjukkan melalui perjuangan dalam bidang politik yang mengusahakan legislasi tertentu, misalnya dalam hal diwajibkannya doa dan pembacaan di sekolah-sekolah umum, pelarangan ketat terhadap pornografi, pelarangan terhadap perjuangan hak-hak sipil kaum gay dan feminis radikal, dan sebagainya.[10] Militansi tersebut juga seringkali membawa pemisahan antara gerakan fundamentalisme dengan kelompok-kelompok Kristen lainnya, dan juga menjadi batas pemisah antara kaum fundamentalisme keras dan kaum fundamentalisme moderat.[9]
Jenis-jenis
Fundamentalisme Keras
Fundamentalisme keras memiliki karakteristik tertentu seperti pemisahan sepenuhnya dari liberalisme agama, kepercayaan sepenuhnya terhadap inspirasi mekanis Alkitab tanpa ada distorsi sama sekali, dan menganggap Alkitab versi Raja James sebagai teks Alkitab yang paling benar.[9] Akan tetapi, dua hal yang benar-benar memisahkan mereka dari kaum fundamentalisme moderat adalah doktrin dispensionalisme dan separatisme.[9] Doktrin dispensionalisme pada intinya melihat bahwa dunia akan hancur karena kejahatannya, dan orang-orang Kristen tidak dapat berbuat sesuatu selain menunggu Allah yang akan bertindak secara ajaib.[2] Kemudian ciri lain adalah separatisme total terhadap orang-orang Kristen lain yang tidak sepaham dengan mereka serta dengan dunia yang jahat.[9] Bila ada orang-orang Kristen yang tidak sepaham dengan mereka berarti mereka bukan Kristen sejati dan berkompromi dengan dunia.[9]
Fundamentalisme Moderat
Fundamentalisme moderat adalah varian gerakan fundamentalisme yang mengambil jarak dari gerakan fundamentalisme keras, serta lebih terbuka dalam beberapa hal.[9] Tokoh utamanya adalah Jerry Falwell.[9]. Keterbukaan mereka tampak dalam hal memberi tempat kepada intelektualitas Kristen, berkomitmen pada reformasi sosial, serta mau melakukan oto-kritik terhadap gerakan fundamentalisme.[9] Oto-kritik yang dilakukan terhadap gerakan fundamentalis adalah mentalitas yang tidak mau mengubah diri, terlalu bergantung pada pemimpin tertentu, terlalu hitam-putih dalam melihat sesuatu, terlalu otoriter, dan terlalu sering terpecah-belah karena merasa benar.[9] Kemudian mereka juga tidak menyetujui doktrin dispensionalisme sehingga kaum fundamentalisme moderat turut berjuang dalam mereformasi masyarakat dan keterlibatan sosial.[9]t